Rabu, 25 Desember 2013

KON-SAPI-RASI


www.google.com
KON-SAPI-RASI
Ditangkapnya mantan presiden salah satu partai karena suap impor sapi seakan membuka borok lama carut marut perniangaan daging sapi di republic ini.
Apa tak keterlaluan namanya jika negeri yang kaya padang rumput tetapi justri harga daging sapinya termahal sekolong langit. Bank dunia mencatat harga daging sapi di Indonesaia adalah yang tertinggi di  Indonesia yang hanya 2,2 kg/ons/tahun harga daging sapi di Indonesia mencapai 100 ribu/kg. Bandingkan dengan Malaysia, Singapura dan Vietnam yang setiap mulut dapat mengonsumsi 7 kg daging sapi per tahun, tapi cukup membayar Rp. 45 RIBU/Kg. Rakyat Amerika dan Australia pun hanya membayar sekitar Rp. 40 ribu per kilogram daging sapi meskipun konsumsi mereka mencapai 35 kg daging sapi per orang/tahun.
Fenomena aneh yang terjadi pada niaga sapi di negeri ini seolah meluluh-lantakkan hokum ekonomi yang berlaku secara luas, yaitu semakin tinggi permintaan maka semakin mahal harganya, Dengan jumlah konsumsi daging sapi paling rendah tapi kok malah harganya yang termahal? Ada apa ini ? Mengapa hokum permintaan daging sapi di negeri ini sudah seperti harga barang antik, non market driven price  atau harga tidak lagi ditentukan oleh kekuatan permintaan pasar.
Banyak alas an yang bisa diajukan kurangnya pasokan di pasar ditingkahi dengan kebijakan pembatasan impor. Hal itu mereka tuding sebagai dalang dari mahalnya harga daging sapi. Importir sapi berkilah  bahwa pengurangan drastis jumlah impor sapi yang dilakukan Kementrian Pertanian adalah biang kerok masalah langkanya daging sapi sehingga harganya melambung liar tak terkendali. Kementerian Pertanian yang dituding justru beralibi bhwa jumlah populasii sapi local 14,6 juta ekor sudah lebih dari cukup untuk memasok kebutuhan daging di pasar. Ambisi swasembada sapid an niat baik untuk menyejahterakan peternak sapi lokal membuat kementerian pertanian nekat mengurangi kuat kuota impor sapi dari 101 ribu ton di tahun 2011 menjadi hanya 34 ribu ton di tahun 2012. Importir sapi menuding pemerintah terlena dengan jumlah sapi yang terkesan wah, namun lupa bahwa sapi-sapi itu bukan milik pemerintah, tapi milik masyarakat yang banyak dari mereka menjadikan ternak sapinya untuk tabungan, sehingga tidak selalu siap dipotong setiap waktu. Padahal, perut rakyat Indonesia membutuhkan daging setara dengan 2000 ekor sapi setiap hari.
Dibalik saling tuding itu terselip satu kepentingan yang nyaris tak tersentuh. Dialah kartel, segelintir cukong niaga sapi yang leluasa mengendalikan berapa sapi yang boleh masuk pasar dan berapa harga yang harus dibayar masyarakat untuk bisa menikmati daging sapi. Aosiasi Pengusaha Daging dan Sapi Potong Indonesia mengindikasikan bahwa importir sapi yang jumlahnya hanya sedikit itu, tidak hanya mengambil keuntungan dari perniagaan impor, namun mereka juga memborong sapi-sapi lokal dari peternak. Bayangkan saja, harga daging sapi lokal dibeli hanya sebesar 30 ribu/kilogram, tetapi bisa dijual dengan harga mendekati dengan daging sapi impor (yang konon katanya sebagian justu merupakan daging kelas bawah, bahkan nyaris tak layak makan oleh masyarakat di Negara pengekspor). Dengan praktik seperti itu, persediaan sapi berada dalam kendali penuh para cukong. Aroma monopolistik sangat kental, sehingga tak heran KPK pun angkat suara bahwa ada praktik-praktik jahat dari para kartel untuk mempermainkan stok dan harga sapi demi keuntungan yang tak terkira besarnya.
Tidak  hanya KPK, wakil rakat di DPR pun mengendus bau busuk konspirasi kartel ini. Ketua Komisi IV DPR menerima informasi bahwa banyak rumah potong di Jawa Timur ditekan oknum cukong untuk tidak beroperasi. Tujuannya apalagi kalau bukan untuk membuat langka stok daging sapi. Faktanya, para pedagang Jakarta menjerit bahkan sampai  mogok karena stok kandas. Harga pun semakin tak masuk aka. Ada misi lain yang dibidik penyumbatan pasokan daging sapi lokal. Apalagi kalau bukan karena menginginkan pemerintah membuka izin keran impor semakin banyak. Kuoata terbatas seperti ini membuat kartel kehilangan potensi laba sengat besar. Harus ada geriliya ke tangan-tangan penguasa agar kuota itu bisa dikembalikan ke masa masa jayanya dulu. Nyatanya, kementerian dengan gagah berani mengajukan penabahan kuoata impor sapi sebanyak 105 ribu ton untuk tahun 2013. Meskipun belum terbukti, namun kuat digaan bahwa usulan itu sudah disusupi oleh sejumlah kepentingan para importir besar.
Mahalnya harga daging sapi tak terlepas dari bobroknya system pemberian kuoata impor kepada segelintir cukong besar. Tidak ada system tender terbuka dilakukan. Semuanya berdasarkan kesepakatan semata. Kementerian Pertanian mengklaim bahwa proses menentukan siapa yang boleh mengimpor disepakati oleh tiga instansi, yaitu Kementerian Pertanian, Kementerian Perdangangan dan menko perekonomian. Anehnya, Menko justru membantah mereka ikut menentukan siapa yang boleh mengimpor. Praktek sperti ini membuka celah main matabagi kartel. Mereka rela menggelontorkan  duit puluhan miliar untuk bisa tetap menjadi importir. Skandal yang melibatkan parti, tentu saja itu terbukti, mengindikasikan bahwa sang pelaku dijanjikan duit 40 miliar untuk kuota 80 ribu ton sapi impor. Artinya, ada komisi untuk kompolatan pelaku itu. Dan, duit sebsar 1 miliar yang tertangkap tangan diterima oleh mereka hanyalah prrsekot belaka.

Sumber :Afred Suci, hal 423 cetakan  kedua.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | SharePoint Demo