Sabtu, 13 April 2013

MAFIA SEPAKBOLA DI INDONESIA



Mafia Sepakbola di Indonesia..
ilustrasi kepedihan rakyat bola
Siapa bilang sepakbola Indonesia sudah bebas dari yang namanya mafia. Mulai dari pengaturan skor, pengaturan tim-tim yang akan bertanding siapa yang menang serta pengaturan juara pun semuanya diatur. Saya menemukan sebuah akun twitter yang mengupas secara tuntas sisi kelam perjalanan sepakbola Indonesia dari awal sampai sekarang. Kita tak bisa pungkiri bahwa sekarang ini sepakbola adalah olaraga favorit semua orang, di semua kalangan dari anak-anak, orang dewasa, sampai orang tua pun ikut menyaksikan sebuah pertandingan sepakbola. Namun, hal i ni justru dimanfaatkan sekelompok orang untuk meraup keuntungan demi kepentingan mereka. Sudah menjadi rahasia umum kalau federasi sepakbola Indonesia ini dijadikan alat politik bagi sekelompok orang. Olaraga yang seharusnya bebas dari politik dan bertujuan untuk hiburan bagi masyarakat umum justru disalahgunkan miris memang. Ada beberapa peristiwa yang berhasil saya rangkum dari sumber-sumber yang dapat dibuktikan kelak. Masa paling kelam dalam sejarah Liga Indonesia itu terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu era galatama, era Liga Djarum dan era ISL. Di era galatama baru diketahui bagaimana praktek-praktek kotor itu terjadi, terutama sejak era Nurdin Halid dengan ISL-nya. Pengaturan skor di era Galatama ini sebenarnya sudah ada sejak lama, namun tidak se-mencolok pengaturan skor di klub Cahaya Kita Jakarta. Saksinya adalah Acub Zaenal ketika mengetahui bahwa bandar atur laga PERKESA 78 lawan BUANA PUTRA di Jakarta, tahun 1979. Di tahun itu, belakangan skandal-skandal pengaturan skor justru mencuat, yang paling parah dialami oleh Cahaya Kita, klub GALATAMA asal Jakarta. Cahaya kita ini kalau tidak salah dimiliki oleh pengusaha asal tiongkok yang bermukim di Jakarta. Salah satu korban adanya praktek suap di era GALATAMA ini adalah Jafeth Sibi yang dipecat PERKESA 78 karena dibayar oleh Jeffry Gunawan. Siapa Jeffry Gunawan ? Jeffry Gunawan  ini orang Cahaya Kita. Sibi dibayar oleh CAHAYA KITA agar PERKESA 78 mengalah dari CAHAYA KITA dan benar saja, ketika itu PERKESA kemudian kalah  0 – 1 oleh CAHAYA KITA.  Acub Zaenal berang, sibi pun dipecat dan diboikot dari GALATAMA. Sebenarnya ada empat orang yang terlibat suap ini, yaitu Baso Ivak dalam, Yulius Wolf, Frederick dan Saul. Namun PSSI hanya beri warning kepada mereka. Masa kelam dalam GALATAMA terus terulang behakan ketika dimana NIAC Mitra bubar karena tak setuju dengan format kompetisi. Suap dan atur skor merajalela, akhirnya penonton pun pergi dan kembali dukung klub perserikatan sehingga GALATAMA merugi. Bahkan, pengaturan skor dan usap itu sempat bikin geger sepakbola Indonesia di akhir 70-an hingga awal 80-an. Kalau gak Percaya tanya.. Kemudian GALATAMA dan PERSERIKATAN di lebur menjadi LIGA INDONESIA di tahun 1995 dimana PERSIB jadi juara perdana di musim tersebut. Sebenarnya masih banyak kecurangan-kecurangan yang terjadi terlebih ketika era Nurdin Halid menguasai PSSI. Siapapun tau, Nurdin kuasai PSSI bersama bekingan salah satu partai besar dimana belakangan ada blueprint untuk menuju 2014. Ada salah satu hal yang menarik perhatian di tahun 2006 ketika PERSIK bertemu PSIS di Partai final, yang seharusnya PSIS dikondisikan juara. Ketika itu, di saat semifinal pun, pihak PT LI sangat ceroboh degan menyelenggarakan pertandingan final i BATANG, sehingga ricuh. Padahal, jika mau berpikir jernih, itu semua hanyalah sebuah kode untuk memuluskan jalan PSIS menjadi juara di musim 2006. Sema dikondisikan. Ketika itu, PSIS dikondisikan juara karena faktor Yoyok Sukawi dan anaknya yang jadi manajer PSIS. Di putaran I, semua terlihat jelas. Pernah ketika itu PSIS tak diuntungkan wasit padahal sudah membayar sejumlah uang , setelah pertandingan selesai pun  si YS mengejar wasit dan memukul wasit tersebut. Pengkondisian itu berlanjut terus hingga final Divisi Utama 2006 antara PSIS menghadapi Persik Kediri. Keduanya sarat kepentingan politik. PSIS ada kepentingan Sukawi Sutarip  untuk menjadi WALIKOTA sedangkan PERSIK ada kepentingan IWAN BUDIANTO untuk menjadi WALIKOTA KEDIRI. Ada lagi yang lebih miris hal ini sangat merugikan para pecinta sepakbola NASIONAL. Bagaimana tidak ada sebuah konspirasi jika ada EO yang ingin medatangkan sebuah tim-tim elit dunia ke Indonesia. Merke (EO) harus membayar sejumlah uang untuk para elit PSSI demi mendapatkan rekomendasi dari PSSI sangat disayangkan. Ketika jutaan mimpi masyarakat sepakbola Indonesia ingin  menyaksikan tim idola mereka berlaga di Indonesia, namun hal ini justru harus terganjal oleh kepentingan kelompok.  Di era Nurdin Halid EO harus menyiapkan pungli 300 juta untuk PSSI sisanya untuk PT LI, tapi tak tau lagi sekarang..
Sumber : @footballnesia

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | SharePoint Demo